Oleh : Andi Syahrir
anakUHO.com™ | Publik Sulawesi Tenggara barangkali tidak kaget dengan dugaan ijazah palsu yang dimiliki oleh pegawai negeri sipil untuk mendongkrak kariernya. Tapi yang bikin kaget adalah jumlahnya yang fantastis. Lebih 500 orang. Hanya di satu institusi. Jajaran pemerintahan provinsi.
Masyarakat Indonesia secara umum jauh lebih tidak kaget dengan kejahatan pemalsuan. Tapi kita terkaget-kaget dengan perihal yang mereka palsukan. Vaksin. Barang yang seyogyanya memberikan serum bagi masa depan bangsa ini untuk meningkatkan taraf kesehatannya. Cairan yang akan dimasukkan pada tubuh mungil anak-anak kita untuk lebih tangguh menangkal penyakit.
Ricuh sepakbola di negeri ini bukanlah sesuatu yang aneh. Tidak perlu lagi merasa kaget. Yang menggiriskan hati adalah mereka, yang bernama suporter itu, yang hendak memberikan dukungan ke tim jagoannya, dengan sengaja membawa benda-benda untuk mencelakakan orang. Air keras yang disiramkan ke wajah aparat keamanan adalah sesuatu yang tidak terpikirkan oleh kita bakal dilakukan dalam kegiatan sepakbola.
Tentang ijazah palsu. Temuan lebih 500 ijazah palsu ini kemungkinan masih bertambah. Belum semua pegawai di satuan kerja perangkat daerah (SKPD) diperiksa ijazahnya. Untung saja, ada pemberkasan online. Andai tidak dilakukan, tak akan pernah dilakukan verifikasi. Dan para pegawai dengan titel palsu itu kemungkinan masih tidur nyenyak menikmati jabatannya yang diperoleh melalui pemalsuan atau dgn cara yang penuh kepalsuan.
Ada fakta menarik dari kasus ijazah palsu PNS di Pemprov Sultra. Bahwa pegawai terbanyak yang melakukan pemalsuan adalah dinas pendidikan dan dinas kesehatan.
Dinas pendidikan adalah instansi yang bertanggungjawab dalam peningkatan kualitas sdm. Agar lebih pintar dan cerdas. Modal untuk bersikap arif.
Jika aparatnya saja tidak memiliki kearifan dan kecerdasan dalam menjalankan tugasx, lalu apa yang bisa diharapkan dari kerja-kerja mereka untuk mencerdaskan bangsa?
Meski kasus keributan suporter di lapangan sepakbola yang membuat seorang anggota polisi sekarat tidak terjadi di Sultra, tapi sikap barbar para suporter itu merupakan gambaran kegagalan negara dalam menunaikan tanggungjawab pendidikanx. Kasus pemalsuan ijazah oleh pegawai lingkup dinas pendidikan hanyalah salah satu lempeng batu bata dari struktur bangunan persoalan di sektor pendidikan.
Sistem pendidikan kita pada akhirnya hanya menghasilkan generasi muda yang gemar berkelahi dan rusuh di arena persepakbolaan. Harusnya kita malu menawar-nawarkan naturalisasi ke pemain-pemain asing dengan kondisi persebakbolaan kita yang sengkarut. Itu sama saja menjerumuskan seseorang ke lubang sumur penuh buaya.
Bersyukur sekali karena tawaran naturalisasi Indonesia ditolak mentah-mentah oleh Raja Nainggolan, pemain timnas Belgia, yang memiliki darah Batak itu. Apa yang diharapkan dari persebakbolaan yang penontonnya gemar bikin onar? Belum lagi para pengurus organisasi sepakbola dan elemen pemerintahan yang tak akur-akur.
Pemalsuan vaksin yang dilakukan pasangan suami istri di Kota Bekasi juga merupakan gambaran dari burukx pengelolaan sektor kesehatan kita. Kenapa? Karena dari hulunya saja, sudah rusak. Dari aparaturnya saja sudah memalsukan ijazah. Apa yang bisa diharapkan dari seorang pemalsu kecuali menghasilkan sesuatu yang palsu pula? Sekali lagi, kasus ini memang tak terjadi di Sultra, tapi dengan logika yang sama, bahwa ini hanyalah satu lempeng puzzle dari sebuah permasalahan yang kait mengait yang ada di hulu sana. Pengelola. Pengatur. Pengambil kebijakan. Atau apapun namanya. Yah, kalian. Para pemalsu.***
*anakUHO.com adalah media kampus. Bagi pembaca yang ingin berbagi informasi/berita/artikel/ide/opini/pendapat dan gagasan melalui anakUHO.com dapat mengirimkan tulisannya melalui email : halo.anakuho@gmail.com. Setiap tulisan yang terbit di anakUHO.com menjadi tanggung jawab dari Penulis.
anakUHO.com™ | Publik Sulawesi Tenggara barangkali tidak kaget dengan dugaan ijazah palsu yang dimiliki oleh pegawai negeri sipil untuk mendongkrak kariernya. Tapi yang bikin kaget adalah jumlahnya yang fantastis. Lebih 500 orang. Hanya di satu institusi. Jajaran pemerintahan provinsi.
Masyarakat Indonesia secara umum jauh lebih tidak kaget dengan kejahatan pemalsuan. Tapi kita terkaget-kaget dengan perihal yang mereka palsukan. Vaksin. Barang yang seyogyanya memberikan serum bagi masa depan bangsa ini untuk meningkatkan taraf kesehatannya. Cairan yang akan dimasukkan pada tubuh mungil anak-anak kita untuk lebih tangguh menangkal penyakit.
Ricuh sepakbola di negeri ini bukanlah sesuatu yang aneh. Tidak perlu lagi merasa kaget. Yang menggiriskan hati adalah mereka, yang bernama suporter itu, yang hendak memberikan dukungan ke tim jagoannya, dengan sengaja membawa benda-benda untuk mencelakakan orang. Air keras yang disiramkan ke wajah aparat keamanan adalah sesuatu yang tidak terpikirkan oleh kita bakal dilakukan dalam kegiatan sepakbola.
Tentang ijazah palsu. Temuan lebih 500 ijazah palsu ini kemungkinan masih bertambah. Belum semua pegawai di satuan kerja perangkat daerah (SKPD) diperiksa ijazahnya. Untung saja, ada pemberkasan online. Andai tidak dilakukan, tak akan pernah dilakukan verifikasi. Dan para pegawai dengan titel palsu itu kemungkinan masih tidur nyenyak menikmati jabatannya yang diperoleh melalui pemalsuan atau dgn cara yang penuh kepalsuan.
Ada fakta menarik dari kasus ijazah palsu PNS di Pemprov Sultra. Bahwa pegawai terbanyak yang melakukan pemalsuan adalah dinas pendidikan dan dinas kesehatan.
Dinas pendidikan adalah instansi yang bertanggungjawab dalam peningkatan kualitas sdm. Agar lebih pintar dan cerdas. Modal untuk bersikap arif.
Jika aparatnya saja tidak memiliki kearifan dan kecerdasan dalam menjalankan tugasx, lalu apa yang bisa diharapkan dari kerja-kerja mereka untuk mencerdaskan bangsa?
Meski kasus keributan suporter di lapangan sepakbola yang membuat seorang anggota polisi sekarat tidak terjadi di Sultra, tapi sikap barbar para suporter itu merupakan gambaran kegagalan negara dalam menunaikan tanggungjawab pendidikanx. Kasus pemalsuan ijazah oleh pegawai lingkup dinas pendidikan hanyalah salah satu lempeng batu bata dari struktur bangunan persoalan di sektor pendidikan.
Sistem pendidikan kita pada akhirnya hanya menghasilkan generasi muda yang gemar berkelahi dan rusuh di arena persepakbolaan. Harusnya kita malu menawar-nawarkan naturalisasi ke pemain-pemain asing dengan kondisi persebakbolaan kita yang sengkarut. Itu sama saja menjerumuskan seseorang ke lubang sumur penuh buaya.
Bersyukur sekali karena tawaran naturalisasi Indonesia ditolak mentah-mentah oleh Raja Nainggolan, pemain timnas Belgia, yang memiliki darah Batak itu. Apa yang diharapkan dari persebakbolaan yang penontonnya gemar bikin onar? Belum lagi para pengurus organisasi sepakbola dan elemen pemerintahan yang tak akur-akur.
Pemalsuan vaksin yang dilakukan pasangan suami istri di Kota Bekasi juga merupakan gambaran dari burukx pengelolaan sektor kesehatan kita. Kenapa? Karena dari hulunya saja, sudah rusak. Dari aparaturnya saja sudah memalsukan ijazah. Apa yang bisa diharapkan dari seorang pemalsu kecuali menghasilkan sesuatu yang palsu pula? Sekali lagi, kasus ini memang tak terjadi di Sultra, tapi dengan logika yang sama, bahwa ini hanyalah satu lempeng puzzle dari sebuah permasalahan yang kait mengait yang ada di hulu sana. Pengelola. Pengatur. Pengambil kebijakan. Atau apapun namanya. Yah, kalian. Para pemalsu.***
*anakUHO.com adalah media kampus. Bagi pembaca yang ingin berbagi informasi/berita/artikel/ide/opini/pendapat dan gagasan melalui anakUHO.com dapat mengirimkan tulisannya melalui email : halo.anakuho@gmail.com. Setiap tulisan yang terbit di anakUHO.com menjadi tanggung jawab dari Penulis.
0 komentar:
Posting Komentar