
Pernah suatu kali di kelas Kimia Kuantum, mata kuliah yang rada-rada horor itu, teringat betul perkataan beliau yang saat itu sepertinya menangkap kebingungan kami mahasiswanya
"Belajar Kimia Kuantum itu harus sabar. Saya juga dulu tidak langsung paham dengan yang begini-beginian, tapi kalau belajarnya sabar, suatu saat pemahaman itu akan datang dengan sendirinya. Karena waktu datangnya pemahaman bagi tiap orang juga berbeda-beda."
Beliau juga memotivasi dan menularkan semangatnya belajar bahasa Inggris pada kami guna persiapan S3 beliau.
"Kalian harus belajar bahasa Inggris, mumpung masih muda begini. Kalau saya sudah agak susah karena mungkin faktor usia. Kalian belajar mii kasian, saya kasitau memang ini." Kata beliau dengan dengan mimik serius, tapi kemudian tertawa lagi.
Terakhir kali lihat beliau beberapa minggu yang lalu, sedang memberikan UAS pada mahasiswa Kimia 015. UAS yang antimainstrean menurut saya, karena dilaksanakan outdoor di halaman depan lab Biokimia.
Itulah pak Amir, dosen kami dengan segala keunikan dalam balutan kesederhanaannya.
Tentunya ini membawa duka mendalam bagi keluarga Kimia FMIPA UHO. Namun dunia kita ini berjalan berdasar sunnatullah "Kullu nafsin dzaiqatul maut"
-Hito wa dare demo, itsuka kanarazu inakunaru mono nandesu_
"Tiap-tiap diri (manusia) pasti akan merasakan kematian."
Jasad boleh pergi, namun keteladanan akan terus abadi.
Akhirnya, doa adalah sebaik-baik persembahan bagi beliau
"Allahu maghfirlahu warhamhu waafihi wafuanhu."

Semoga hari ini dapat sempat memberi penghormatan terakhir pada beliau di kediamannya.
Alhamdulillah, Antara Baubau dan Pasarwajo lumayan bisa dijangkau. Semoga Allah memudahkan.
Penulis : Itin An-Nur Bayt
*anakUHO.com adalah media kampus. Bagi pembaca yang ingin berbagi informasi/berita/artikel/ide/opini/pendapat dan gagasan melalui anakUHO.com dapat mengirimkan tulisannya melalui email : halo.anakuho@gmail.com. Setiap tulisan yang terbit di anakUHO.com menjadi tanggung jawab dari Penulis.
0 komentar:
Posting Komentar