TOKO ONLINE TANAMAN DAN BIBIT DI KENDARI


Menyoal Kematian Abdul Jalil dari Perspektif Etika dan Hukum

anakUHO.com™ |  Mengutip perkataan Prof. J.E. Sahetapy “Meskipun kebohongan berlari secepat kilat suatu saat akan dikalahkan dengan kebenaran”. Adalah ungkapan begitu dalam maknanya khususnya ditujukan bagi oknum yang diberi amanah untuk menegakkan hukum.

Belakangan ini, masyarakat kota Kendari terlena dengan beberapa pemberitaan di media, baik itu media elektronik maupun media cetak. Hampir semua media pemberitaan di Sultra memuat tentang kematian saudara Abdul Jalil yakni Pegawai Badan Narkotika Nasional (BNNP) Sultra yang meninggal di tangan oknum kepolisian dengan dugaan melakukan tindak pidana Pasal 365 dan 285 KUHP. Apakah yang menyebabkan sehingga saudara Abdul Jalil meninggal ditangan oknum kepolisian ? Entahlah! Biarlah waktu akan menjawabnya. “Jika aku berkata benar  apakah aku akan jadi musuhmu” ? (Prof J.E. Sahetapy).

Fakta telah membuktikan kasus kematian Abdul Jalil telah sampai di Kepolisian Daerah (POLDA) Sultra. Bermula pelaporan dari pihak keluarga korban dengan motif bahwa tindakan dilakukan oknum kepolisian telah melanggar etika sebagai penyelenggara negara yang tugasnya sebagai pengayom dan pelindung masyarakat. Setelah diamati oleh kalangan akademi, akademisi, praktisi dan masyarakat bahwa oknum kepolisian sebaiknya diberikan sanksi yang tegas terhadap perbuatannya.

Menurut hemat penulis, pelanggaran yang dilakukan oknum kepolisian ibarat pedang melahirkan  dua mata sisi yakni antara : “Etika dan Hukum”. Kalau melihat aspek etika bahwa melanggar kode etik kepolisian dengan merujuk pada Pasal 10 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2011 tentang Etika Kemasyarakatan yang berbunyi : . Setiap Anggota Polri : a). Wajib menghormati harkat dan martabat manusia berdasarkan prinsip dasar hak asasi manusia. b). Menjunjung tinggi prinsip kesetaraan bagi setiap warga negara di hadapan hukum.

Aspek hukumnya bahwa oknum kepolisian tidak memperhatikan prosedur penangkapan. Melanggar Pasal 18 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang berbunyi: pelaksanaan tugas penangkapan dilakukan oleh petugas kepolisian negara Republik Indonesia dengan memperlihatkan surat tugas serta memberikan kepada tersangka surat perintah penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka dan menyebutkan alasan penangkapan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan serta tempat ia diperiksa. Tembusan surat perintah penangkapan harus diberikan kepada keluarganya segera setelah penangkapan dilakukan (Pasal 18 Ayat (3) KUHAP).

Sebagai kesimpulan, jika memang murni kesalahan oknum kepolisian yang mengakibatkan saudara Abdul Jalil (Pegawai BNNP Sultra) sampai meninggal dunia maka sanksi yang diberikan harus memenuhi prosedur hukum yang berlaku diantaranya: penegakan etika kepolisian dan/atau proses peradilan pidana. Biarlah semua berjalan sesuai prosedur hukum dan sepenuhnya diserahkan ditangan kepolisian untuk menyelesaiakannya secara institusi jika ada oknum yang melanggar hukum. Menjadi renungan serta bahan pelajaran bagi pembaca yang budiman pada hakikatnya dalam penegakan hukum tidak semestinya melanggar HAM. “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. An-Nisa: 58-59).

Penulis : Farma SH
*Penulis adalah Pemerhati Hukum, Alumni FH UHO*


BAGIKAN

anakUHO.com™ ADALAH MEDIA ONLINE PERTAMA DI KAMPUS UHO,TERIMA KASIH TELAH MEMBACA ARTIKEL DI anakUHO.com™ JANGAN LUPA LIKE FANPAGE KAMI FB : anakuho.com SEMUA ARTIKEL INI DI PUBLIKASIKAN OLEH Unknown

    Berikan Tanggapanmu...!
    Facebook Comment

0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
handphone-tablet
close

BACA JUGA BERITA TERKINI LAINNYA

JASA DESAIN & RENOVASI RUMAH DI KOTA KENDARI