TOKO ONLINE TANAMAN DAN BIBIT DI KENDARI


SAVE UHO! PERPELONCOAN MASIH JADI BUDAYA DI KAMPUS UHO

anakUHO.com™ |  “KORUPTORAJIM, Surat-Surat Cinta untuk KPK”, itulah buku yang menemaniku saat menunggu Lia menjalani proses pemeriksaan kesehatan yang diperuntukan bagi mahsiswa baru yang lulus pada Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN). Lia adalah seorang gadis dari Desa Lalouesamba, Kec. Lalembu, kab. Konawe Selatan.



Disanalah saya mengikuti program KKN Nusantara beberapa waktu yang lalu. Kedekatan saya dengan pak Ode (ayah Lia) membuat saya mendapat tanggung jawab untuk mengantar dan menemani Lia dalam proses pendaftaran ulang sebagai mahasiswa baru di Univesitas Halu Oleo.

Saat sedang asik membaca tiba-tiba terdengar suara pada speaker yang digunakan panitia “oh tuhan, ku cinta dia, ku sayang dia, ku rindu dia”, nyaniannya terus berlanjut, hanya itu yang dapat saya ingat dari lirik lagu itu. Kebetulan saya juga tidak hafal lagunya. Terdengar suara itu sedikit tertahan, seolah penuh keraguan dan ketakutan serta terdengar gemetar kerena gugup.

Sontak, saya menghentikan kegiatan membaca dan mencari sumber suara...............................
Ternyata sumber suara itu tak jauh dari posisi saya duduk, saat itu saya duduk di sebuah kursi yang berada di samping pintu utama Fakultas Kedokteran. Yah, Sudah menjadi kebiasaan selama beberapa tahun terakhir pemeriksaan kesehatan dilaksanakan di pelataran Fakultas dengan biaya kuliah termahal di Universitas ini. Dan sumber suara itu saya temukan hanya dengan sekali menoleh. Awalnya saya bertanya-tanya, siapakah gerangan yang nekad memecah keheningan dengan nyanyian yang kurang menghibur itu.

Saya yang saat bangun pagi tadi di Kamar Kos disuguhkan oleh sebuah progam dialog di salah satu stasiun TV swasta dengan tema “Stop Perpeloncoan Pada Siawa Baru” langsung bangkit dan mendekati seorang gadis mungil yang dapat ditebak dengan sekilas bahwa dia adalah salah satu mahasiswa baru yang mengikuti pemerikasaan kesehatan kali ini.

“...Siapa yang suruh menyanyi de?...” tanyaku, segera saja nyanyiannya yang tersendat-sendat seperti CD rusak langsung terhenti. Telunjuk gadis itu tarangkat dan mengarah pada salah seorang wanita muda yang berpakaian rapi dan formal, wanita itu mengenakan baju batik khas pegawai di lingkungan UHO, entah dia seorang dosen, staff atau maunkin hanya seorang mahasiswa senior.

Dengan volume suara sedikit meningggi saya bertanya “...Kenapa disuruh menyanyi pak/bu?...” saya seolah bertanya pada seisi Lobi, “...kasihan anak ini...” lanjutku, “...baru saja jadi isu hangat di hampir semua media tentang pentingnya menghapus praktek perpeloncoan pada di sekolah dan perguruan tinggi, kok bapak/ibu justru jadi pelaku”... Wanita itu langsung menjawab dengan suara sekenanya “...dia tidak pakai sepatu, itu sangksinya”...

Lalu saya menoleh pada gadis yang ceritanya sedang dihukum itu, “...kalau adik keberatan nda usah dilanjutkan...” tangkasku. “...Kalau tidak ingin menyanyi, silahkan pulang dan mengganti sendalnya dengan sepatu...” timpal seorang lelaki yang juga salah satu panitia pada pemeriksaan kesehatan kali ini.

“...Tapi apa yang bapak/ibu lakukan ini diluar wewenang dan tugas bapak dan ibu sekalian, bukannya melayani dengan ramah, justru memberi sanksi...” jawabku.

Entahlah momen seperti seolah ajang menunjukan wewenang, bahkan seorang satpam yang bertugas menyebut antrian nama sesekali membentak dengan suara keras dan wajah beringas. Munkin mereka sadar bahwa ketika anak-anak ini resmi menjadi mahasiswa, penghargaan dan respek tak akan lagi mereka dapatkan. Tentu saja, kalian hanya seorang satpam, staff dan karyawan biasa, hasrat kalian memperoleh penghargaan justru akan menjadi bumerang. Karena saat anak-anak itu resmi menjadi mahasiswa, mereka pasti akan sadar bahwa yang kalian lakukan saat proses peneriaman mahasiswa baru diluar domain kalian, dan yang tersisa hanya dendam untuk membalas tindakan sewenang-wenang dari kalian.

Salah seorang dari petugas itu kemudian memberi isyarat dengan tangan kanannya, mengajak saya mendekatinya. Saya dengan sedikit ragu dengan apa yang akan dilakukannya, berjalan perlahan. Dalam hati saya bergumam, apa mungkin dia akan memukul saya. Ternyata dia hanya mengajak saya berbincang dengan lebih ramah, dia pun berbasa-basi dan mengajukan beberapa pertanyaan kepada saya mengenai diamana saya kuliah, semester berapa, asalnya dimana. Saya menjawab seperlunya dengan sesekali menyinggung apa yang mereka perbuat pada gadis itu.

Akhirnya saya ijin berpamitan untuk keluar dengan melontarkan sebuah penyataan terakhir bahwa “...jika adik-adik keberatan, jangan mau menerima sanksi dalam bentuk apapun!...”. Gadis yang diberi sanksi tadi langsung menjawab “...biar mi saya menyanyi kak...”.

Paanngggg, ini mi yang dibilang “...air susu dibalas air tuba...”. Niat hati ingin membantu malah mendapat respon sebaliknya, “...hmmmm, menyanyi mi sampe cape pale, kaya bagus saja suaramu...” gumamku dalam hati.

Demikianlah, praktik perpeloncoan masih marak disekitar kita, dengan dalih melatih mental, semua seolah menjadi wajar untuk dilakuakan, sekaliapun itu di luar batas kewajaran. Entahlah, tidak ada penjelasan ilmiah yang rasional bahwa hal seperti itu memang diperlukan. Jika memang diperlukan, harusnya ada tempat dan waktu yang diperuntuakan untuk itu, dengan batasan-batasan yang wajar tentunya.

Sungguh aneh, disaat KEMENDIKBUD mengeluarkan Surat Edaran tentang penghapusan segala bentuk kegiatan yang memuat unsur perpeloncoan terhadap peserta didik baru, dan saat UHO sedang gencar-gencarnya mengikis praktik-paraktik tersebut melalui penghapusan sistem ospek menjadi orientasi berbasis Pendidikan Karakter. Justru bapak dan ibu yang mengenakan pin “UHO Bisa Jagad Kita” di dada mereka yang memberi kesan pertama pada mahasiswa baru bahwa lingkunganUHO dipenuhi dengan lelucon dan tindakan sewenang-wenang.

Ironisnya hal itu dilakuakan oleh oknum-oknum yang tidak memiliki domain untuk itu. Jelas sekali bahwa ini hanya hiburan bagi mereka, karena tawa yang bernada mengejek terdengar dari mulut mereka setiap kali ada yang diberi sangksi untuk menyanyi.

STOP PERPELONCOAN PADA MAHASISWA BARU!
SAVE UHO!
SAVE GENERASI MUDA!.
Jika ingin dihargai oleh mereka, cukuplah dengan memberikan pengharagaan yang sama pada mereka, rasanya senyum ramah sudah cukup untuk membuat mereka menyenangimu!
Buktikan bahwa semboyan “UHO BISA JAGAD KITA” bukan sekedar jargon tanpa impementasi!


Sumber : PENAUHO.COM
MEDIA INDEPENDEN KAMPUS UHO


 *anakUHO.com adalah media kampus. Bagi pembaca yang ingin berbagi informasi/berita/artikel/ide/opini/pendapat dan gagasan melalui anakUHO.com dapat mengirimkan tulisannya melalui email : halo.anakuho@gmail.com. Setiap tulisan yang terbit di anakUHO.com menjadi tanggung jawab dari Penulis.
BAGIKAN

anakUHO.com™ ADALAH MEDIA ONLINE PERTAMA DI KAMPUS UHO,TERIMA KASIH TELAH MEMBACA ARTIKEL DI anakUHO.com™ JANGAN LUPA LIKE FANPAGE KAMI FB : anakuho.com SEMUA ARTIKEL INI DI PUBLIKASIKAN OLEH Unknown

    Berikan Tanggapanmu...!
    Facebook Comment

0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
handphone-tablet
close

BACA JUGA BERITA TERKINI LAINNYA

JASA DESAIN & RENOVASI RUMAH DI KOTA KENDARI